Hari raya agama Hindu di Bali selain hari raya Galungan dan juga Nyepi dikenal juga ada hari raya Siwaratri, tentunya setiap perayaan tersebut dimaksudkan dengan tujuan dan makna khusus.
Siwaratri adalah hari suci yang dirayakan umat Hindu dengan melaksanakan pemujaan terhadap Ida Sanghyang Widi Wasa, dalam manifestasinya sebagai Sanghyang Siwa dan itu dilakukan dengan pelaksanaan khusus.
Kepala SMK Negeri 3 Denpasar, Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd., kepada Beritafajartimur.com mengatakan, hari Siwaratri jatuh setiap setahun sekali berdasarkan kalender Isaka yaitu pada purwaning Tilem atau panglong ping 14 sasih Kepitu sebelum bulan mati atau tilem, dalam kalender Masehi setiap bulan Januari. Siwaratri memiliki makna khusus bagi umat Hindu, karena pada saat tersebut Hyang Siwa beryoga, sehingga menjadi hari baik bagi umat untuk melakukan brata semadi berikut kegiatan penyucian dan perenungan diri serta melakukan pemujaan kepada Sanghyang Siwa.
Lebih lanjut Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd., menyatakan, makna hari raya Siwaratri berarti melebur kegelapan untuk menuju ke jalan terang. Sesungguhnya makna hari raya Siwaratri adalah malam perenungan suci, malam dimana kita bisa mengevaluasi dan introspeksi diri atas perbuatan atau dosa selama ini baik disengaja maupun tidak disengaja, sehingga pada malam Siwaratri kita memohon kepada Sanghyang Siwa yang sedang melakukan payogan agar diberikan tuntunan bisa keluar dari perbuatan dosa.
“Pada saat malam Siwaratri umat melakukan pendekatan spiritual kepada Sanghyang Siwa, untuk menyatukan atman dengan paramatman,” kata Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd.
Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd., menuturkan, tidak sedikit masyarakat yang memaknai malam Siwaratri juga dianggap sebagai malam peleburan dosa, sehingga perbuatan dosa manusia bisa lebur dengan melakukan brata semadi dan pemujaan terhadap Sanghyang Siwa. Pemaknaan seperti ini tidak lepas dari kisah Lubdaka yang ditulis Empu Tanakung, kitab yang ditulis di lontar tersebut mengisahkan kehidupan seorang pemburu binatang yang memiliki banyak dosa karena membunuh binatang yang tidak bersalah.
Apa yang dimaknai dalam perayaan hari Siwaratri menurut lontar kitab Lubdaka tentunya akan berlawanan dengan hukum karma phala bagi umat Hindu di Bali. “Karena apapun perbuatan kita baik atau buruk maka hasil atau akibatnya akan sama, karena hukum karma phala tersebut akan terus berlaku tidak hanya berlaku pada kehidupan ini tetapi di akhirat dan juga kehidupan kita mendatang,” kata Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd.
Di lontar Lubdaka yang ditulis Mpu Tanakung yakni siksaan yang sempat dialami Lubdaka ketika dihukum pasukan cikrabala yaitu abdi Dewa Yama sebagai dewa keadilan, berakhir dengan segera karena telah melakukan peleburan dosa dan menyadari segala dosa – dosanya dan tidak melakukannya lagi. “Hari Siwaratri dianggap penting bagi umat untuk mendapatkan pencerahan, diberikan jalan yang benar untuk bisa mengakhiri perbuatan dosa dan bertobat, serta dengan harapan dapat melebur dosa dengan memuja Dewa Siwa,” jelas Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd.
Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd menjelaskan, brata Siwaratri dilaksanakan pada hari raya Siwaratri dengan beberapa tingkatan sesuai kemampuan, yakni Utama dengan melakukan Jagra yaitu tidak tidur, Upawasa yaitu tidak makan dan minum, Monabrata yaitu berdiam diri dan tidak berbicara.
Madhya yakni melakukan Jagra yaitu tidak tidur, Upawasa yaitu tidak makan dan minum. Nista yakni hanya melakukan Jagra yaitu tidak tidur. “Sebelum melaksanakan seluruh kegiatan, tentunya melakukan persembahyangan terlebih dahulu,” urai Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd.
Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd menjelaskan, dalam Bhagavadgita III, 42 menyebutkan bahwa orang akan memiliki alam pikiran jernih, apabila atman atau jiwa yang suci selalu menyinari budhi atau kesadaran. Budhi atau kesadaran menguasai manah atau pikiran dan manah menguasai indria sehingga, jika tercapai kesadaran diri maka indria akan dapat dikendalikan. Budi atau kesadaran inilah yang akan dibangkitkan saat melaksanakan Siwaratri yakni dengan memusatkan pikiran pada Sanghyang Siwa guna mendapatkan kesadaran agar terhindar dari pikiran gelap, jadi Siwaratri adalah malam peningkatan kesadaran atau malam pejagraan perenungan.
Lanjut Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd mengatakan, Siwaratri pada hakikatnya kegiatan Namasmaranam pada Siwa yakni, selalu mengingat dan memuja nama Siwa yang memiliki kekuatan melenyapkan kegelapan bathin, oleh karena itu Siwaratri menjelang tilem kepitu dilangsungkan upacara Maha Siwaratri, dengan melakukan Siwaratri berarti telah melakukan Sanca dan Dyana.
“Dalam Lontar Wraspati Tattwa menyebutkan, Sanca Ngaranya Netya Majapa Maradina Sarira, sanca artinya melakukan japa dan membersihkan tubuh, sedangkan dalam Sarasamuscaya menyebutkan Dhyana Ngaranya Ikang Siwasmarana yang artinya, dhyana adalah selalu menyebut atau mengingat Hyang Siwa,” jelas Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd.
Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd menjelaskan, ajaran Siwaratri bersumber dari empat purana, yakni Skanda Purana, Garuda Purana, Siwa Purana dan Padma Purana. Skanda Purana bagian Kedarakanda menceritakan percakapan Lomasa dengan para Rsi, mengenai kejahatan Canda yang membunuh segala mahluk bahkan brahmana, namun akhirnya sadar tentang kebenaran melalui ajaran Siwaratri.
Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd menguraikan, Garuda Purana bagian Acarakanda menceritakan jawaban Siwa atas pertanyaan Dewi Parwati bahwa ajaran Siwaratri adalah utama agar roh terbebas dari hukuman neraka. Siwa Purana bagian Jnanasamhita menceritakan percakapan Suta dengan para Rsi tentang Siwaratri dan kekejaman Rurudruha yang menjadi sadar setelah melaksanakan ajaran Siwaratri.
Lanjut Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd., menjelaskan bahwa Padma Purana bagian Uttarakanda memuat percakapan Raja Dilipa dengan Wasista. Wasista menceritakan bahwa Siwaratri adalah wrata yang sangat utama, antara bulan Magha dan Palghuna. Salah satu Padma Purana yang populer dalam pelaksanaan Siwaratri di Bali adalah Siwaratri Kalpa karya Mpu Tanakung.
“Siwaratri Kalpa adalah kekawin yang terdiri dari 20 wirama dan 232 bait, merupakan untaian narasi yang sarat makna dengan nuansa estetis,” pungkas Drs. Anak Agung Bagus Wijaya Putra, M.Pd
Sumber : https://beritafajartimur.com/